Home » » Sinopsis Novel: Lintang Kemukus Dini Hari

Sinopsis Novel: Lintang Kemukus Dini Hari


Rasus telah pergi bersama tentara pimpinan Sersan Slamet. Hal ini membuat Srintil sakit hati karena Rasus pergi tanpa pamit. Srintil mulai berubah sikapnya, ia sering merenung dan menangis. Bahkan Srintil berani menolak untuk tampil menari. Suatu hari Srintil melihat anak-anak kambing yang sedang menetek, tiba-tiba hasrat untuk memiliki bayi muncul dibenaknya. Pak Marsusi yang datang untuk menemui Srintil tidak dapat terwujud. Srintil pergi ke pasar Dawuan, ia pun beristirahat di salah satu warung nasi. Semua orang yang melihat Srintil nampak kasihan.Di pasar Dawuan Srintil bertemu dengan Kopral Pujo dan mendengar berita bahwa Rasus telah pergi ke markas batalyon. Mendengar berita itu, Srintil menjadi lebih murung. Kemudian datang Nyai Sakarya dan mengajak Srintil pulang ke Dukuh Paruk.

Srintil sakit untuk waktu yang cukup lama. Hanya bayi yang bernama Goder yang dapat menyembuhkannya. Srintil kembali sehat dan kini wajah dan bentuk tubuhnya sangat menarik perhatian orang-orang yang melihatnya. Suatu hari Pak Marsusi datang lagi ke rumah Kertareja, Srintil pun mau menemuinya. Namun Srintil tetap dengan menggendong Goder. Srintil ingin diajak pergi jalan-jalan, tapi menolak. Pak Marsusi yang datang dengan membawa kalung emas kecewa dan marah besar. Nyai Kertareja pun memarahi Srintil dan menyinggung tentang orang tua Srintil yang telah tiada. Hal ini membuat Srintil bersedih.

Sakarya merasa Dukuh Paruk akan kehilangan pamornya. Pikiran Sakarya bertambah kacau karena hampir setiap hari ada kejadian-kejadian aneh. Ia pun pergi ke makam Ki Secamenggala untuk memberi sesaji. Suatu hari pak Ranu datang untuk meminta Srintil untuk menari di hari perayaan Agustusan. Srintil masih bimbang akan permintaan Pak Ranu. Srintil kasihan melihat keadaan ekonomi keluarga Sakum yang serba kekurangan semenjak tidak ada pementasan. Sakum dengan yakinnya meyakinkan kepada Srintil bahwa indang ronggeng masih bersemayam dalam diri Srintil dan meminta Srintil untuk melupakan Rasus.

Di suatu tempat, Pak Marsusi sedang bingung dihadapan Pak Tarim. Niatnya untuk menghabisi nyawa Srintil melalui guna-guna tidak terlaksana. Ia lebih memilih untuk membalas rasa malu dengan rasa malu juga. Kabar gembira cepat tersiar, Srintil akan kembali menari dalam acara Agustusan. Hanya Sakarya yang merasa agak risau karena permintaan yang aneh-aneh dari pihak panitia di antaranya meminta Kertareja mengubah beberapa bait dalam lagu-lagu yang akan dinyayikan dengan kata “rakyat dan revolusi”.

Srintil dengan usianya delapan belas tahun akan menghibur Dawuan. Tapi Sakarya dan Kertareja bingung karena mereka tidak diperbolehkan membakar sesaji. Akhirnya Sakarya pergi menjauh dan membakar sesaji secara tersembunyi. Saat pentas semua orang nampak gembira, Srintil pun ikut merasakannya. Namun Sakum yang dalam keadaan buta bisa merasakan bahwa gerakan tarian Srintil lebih kepada emosi. Srintil dalam tariannya merasa bahwa ia tidak lagi bersedih karena Rasus telah pergi. Srintil tergugah hatinya ketika melihat sosok pemuda bernama Tri Murdo. Kejadian yang tidak disangka datang, srintil mendadak sesak nafas berulang kali hingga akhirnya pentas berakhir. Kertareja yang merasa janggal, pergi ke kerumunan orang. Ia mendapati Pak Marsusi yang sedang menyamar. Ternyata Pak Marsusi orang yang membuat Srintil sesak nafas dengan jimatnya.

Suatu hari datang seorang yang kaya raya bernama Sentika dari Alas Wangkal. Sentika ingin meminta Srintil untuk menari di rumahnya dan ingin Srintil menjadi gowok untuk anak laki-lakinya. Srintil mau menerima tawaran itu. Melihat Waras anak Sentika Srintil tertawa karena ternyata Waras mengalami keterbelakangan mental. Ini menjadi tantangan tersendiri bagi Srintil untuk menjadi gowok. Malam hari ketika pentas, Srintil mencoba memancing birahi Waras tetapi tidak berhasil. Suatu hari Sentika dan Istrinya meninggalkan Waras untuk tinggal berdua bersama Srintil. Setiap hari Srintil harus mengajari Waras tentang bagaimana pekerjaan laki-laki dan suami, namun yang terjadi sangat mengecewakan. Waras tidak memiliki tenaga layaknya lelaki, lebih lagi nafsu birahi. Bagi Srintil menjadi gowiok adalah pengalaman yang tidak terlupakan.

Tahun 1964Dukuh Paruk menjadi sangat miskin. Pentas ronggeng jarang terdengar. Tetapi suatu hari datang tawaran dari Pak Bakar, seorang dari partai tertentu. Ronggeng kembali sering dipentaskan demi untuk meraih simpati masyarakat. Sakarya dan Kertareja tidak bisa menolak permintaan Pak Bakar karena ingin membalas budi, sebab kini rombongan ronggeng telah diberi alat-alat elektronik untuk pementasan. Suatu malam ketika sedang pentas, ada banyak penonton mabuk dan kesurupan. Mereka yang kesurupan merusak sawah yang sedang mau panen. Terjadilah tawuran antara petani dan perusak padi tersebut. Kejadian ini membuat Srintil dan rombongannya memutuskan untuk tidak lagi pentas di acara Pak Bakar.

Suatu pagi warga Dukuh Paruk marah, makam Ki Secamenggala dirusak. Mereka mendapati sebuah caping hijau tergeletak disemak-semak. Mereka menduga orang dari partai yang masanya sering mengenakan caping tersebut sebagai pelakunya. Orang dri partai tersebut memang tidak suka dengan segala kegiatan warga Dukuh Paruk. Atas kejadian ini, Srintil dan rombongannya kembali mau meronggeng. Srintil ingin menunjukkan perlawanan bagi partai yang merusak makam leluhurnya.

Senja di Dukuh Paruk disambut keributan besar. Hampir semua rumah di Dukuh Paruk terbakar habis. Sementara Srintil, Kertareja beserta istrinya, dan Sakarya ditangkap polisi karena diduga terkait gerakan Pak Bakar yang dilarang pemerintah. Orang-orang Dukuh Paruk tidak ada yang mengetahui bahwa mereka menjadi korban fitnah Pak Bakar dan di dalam penjara Srintil sangat tersiksa, ia harus menjadi korban atas kekejaman para aparat.

Temukan sinopsis karya-karya Ahmad Tohari yang lain dengan mengklik disini.
Jangan lupa tinggalkan jejak jempol manismu disini.

0 comments:

Post a Comment

Manfaat Crystal-X

Toko Kirana

Cari Loker Disini


Popular Post

PRODUK UNIK JANGAN DI-KLIK
Copyright © 2013 Ahmad Tohari Pages . All rights reserved.. Powered by Blogger.