Home » » Filsafat, Sastra dan Kebenaran

Filsafat, Sastra dan Kebenaran

Indah Noviariesta – aktivis Gema Nusa, alumni Universitas Tirtayasa, Banten.

Bila meneropong karya-karya para pemenang nobel sastra dari zaman ke zaman, kita bisa melihat karakter manusia Barat yang cenderung ekstrim dalam segala hal. Tetapi di samping kaum atheis maupun sekularisme radikal, sastra Barat tidak pernah kering dari jenis-jenis roman, drama dan puisi yang penuh cita-rasa keimanan dan dambaan pada nilai-nilai Ilahiyah yang sejati. Tentu saja kualitas dan cita-rasa keimanan manusia di zaman Nabi Ibrahim memiliki konteks yang berbeda – meski esensinya sama – dengan manusia zaman Einstein sekarang ini.

Pergulatan pemikiran dan religiusitas manusia Barat lebih terdapat pada sikap sang pencari, eksplorator, bagaikan ketelitian dan ketekunan sarjana dalam ruang laboratorium. Mereka bertanya dan bertanya, kemudian menemukan jawaban, meskipun jawabannya itu tak lain dari mata-rantai pertanyaan baru lagi. Sastrawan terkemuka kelahiran Cekoslowakia, Franz Kafka (1883-1924), pernah memberikan garis besar bahwa sosok sang pencari, berkat ketekunan dan kegigihannya, pada waktunya akan sampai pada pertemuan di depan pintu gerbang intimitas Tuhan.

Pandangan religiusitas dari Kierkegaard (filosof Denmark) sangat mempengaruhi alam pemikiran Kafka. Keseriusannya menggeluti filsafat dan sastra membuat kepribadian Kafka dikenal sebagai sastrawan yang berani mengungkap kedalaman psikologis di masa-masa pencarian identitas dirinya. Hingga cenderung menolak segala hal yang bersifat dangkal dan urik belaka. Tapi kemudian, ketika sampai pada puncak pencarian kebenaran tersebut, sikap rendah-hati menjadi keharusan setelah manusia Barat mengalami pahit getir dan asam-garam perjuangan yang mereka tekuni. Sebagian mereka mengakui dengan jujur tentang keterbatasan antara kebebasan sang eksplorator dengan kekuasaan Yang Maha Absolut Yang Tak Terbatas.

Eksplorasi Orang Indonesia

Peran filsafat eksistensialisme Barat harus diakui begitu mengurat-mengakar dalam khazanah kesusastraan Indonesia. Bebarapa seniman yang saya kenal, terkadang membuat saya tersenyum setelah membaca karya-karyanya bahwa apa yang ditulisnya itu sebenarnya hanya modifikasi belaka dari karya-karya Albert Camus maupun Sartre, sastrawan dan filosof Prancis yang terkenal dengan ucapannya, “Neraka adalah orang lain!”
Tidak jauh berbeda dengan karya-karya T.S. Elliot yang membongkar karakter manusia hedonis, dengan watak serakah dan korupnya yang kadang tidak malu-malu dipertontonkan, meskipun dia menyadari bahwa eksistensi yang dipertahankan itu kelak akan menjerat dirinya sendiri. Para penulis Eropa, khususnya Prancis, memang tidak pernah kering menghasilkan karya-karya adihulung, sebagai epos ciptaan jiwa manusia modern, yang pada hakikatnya diilhami pula dari para perintis dan pendahulunya, misalnya “Kisah Doktor Faust” karya Wolfgang Goethe.

Kisah Doktor Faust sangat populer di negeri-negeri Barat sejak masa abad pertengahan, dan terus diperbaharui dan dimodifikasi hingga hari ini. Berkisah tentang seorang intelektual dan doktor yang berambisi keras untuk merebut kembali pohon larangan Firdaus yang pernah lepas dari tangan Nabi Adam. Buah terlarang itu dapat pula ditafsirkan sebagai “kunci pengetahuan” tentang kebaikan dan keburukan. Jadi hanya Tuhan yang berdaulat penuh memegang kunci rahasia tersebut. Tetapi karena tabiat dan watak Doktor Faust yang ambisius, serta menyadari kemampuan intelektual manusia yang terbatas, dia merelakan diri untuk menjual jiwanya pada Iblis Mefisto (Raja Jin). Keduanya menyetujui kesepakatan perjanjian, bahwa ketika wafat kelak Doktor Faust akan memasrahkan jiwanya pada Mefisto.

Terserah apapun namanya, bisa Iblis Mefisto, Lucifer, Jin Putih, Jin Islam atau silakan diberi nama yang bagus-bagus semau kita. Dan ketika sampai pada puncak tangga yang kesembilan, Mefisto pun memberikan kunci rahasia sebagai simbol pengetahuan (ilmu gaib) dengan daya teknologi Raja Jin yang dianggapnya hebat itu. Doktor Faust pun mengetahui banyak hal yang tak bisa diketahui orang biasa, bahkan memahami apa yang tak bisa dipahami orang awam. Sang penjual jiwa itu akhirnya dapat berbuat sesuatu mengenai hal-hal yang tak bisa diperbuat orang pada umumnya. Dia pun menjadi kaya-raya, bahkan berkuasa dan ditakuti oleh banyak orang.

Kemudian Doktor Faust tak bisa menghindari umur manusia yang terus berjalan, ruang dan waktu berproses tak mungkin dielakkan, hingga sampailah di usia senjanya yang tua-renta. Dia berusaha untuk mengulur-ulur waktu, bahkan mencoba menghindar dari cengkeraman Raja Jin tersebut. Dia terus mencari akal dan siasat agar dapat keluar dari renggutan Sang Iblis Mefisto. Dia berjuang untuk menentukan nasibnya sendiri, menggapai-gapai cara untuk mencapai rahmat Ilahi, tetapi toh pada akhirnya…

“Kalaupun ada mantra-mantra yang sanggup membuat gunung meletus, sanggup membikin tanah terbelah (gempa bumi), bahkan bisa membuat orang-orang mati bangkit dan bicara kembali, tapi ketahuilah, semuanya itu tak ada yang lepas dari manajemen dan kekuasaan Allah!”
Ayat Quran yang saya kutip dari surat Ar-Ra’du (13:31) ini paralel dan sehaluan dengan kata-kata mutiara yang pernah diucapkan sastrawan Franz Kafka di usia senja dan puncak keletihannya. Terutama saat dia mengakui keterbatasan eksplorasi dan pencarian manusia akan makna kebenaran, “Bukan kita manusia yang sanggup menggapai Tuhan, tetapi Tuhan sendirilah, berkat kasih-sayang-Nya Yang akan meraih kita yang serba terbatas ini.”

Ungkapan bersayap dari sastrawan sekaligus filosof itu meluncur begitu fasih seakan-akan dia pernah membaca Al-Quran dan Al-Hadits. Meskipun dia tidak terlampau mengikatkan diri pada teks harfiyah dari Al-Kitab (agama formal), namun berinti religius dan percaya pada kebaikan abadi. Bahkan Pearl S. Buck dalam novelnya “The Good Earth” secara implisit menggugat ketundukan para penulis Asia pada ideologi Eropa setelah abad pertengahan hingga zaman neokolonialisme ini. “Mengapa mereka begitu mudah menganut ajaran yang didakwahkan oleh para pemikir dan filosof Eropa. Padahal tidak sedikit dari orang-orang seperti kami, para penulis Eropa yang merasakan keterpurukan manusia-manusia Faust sebagai pahlawan dan ksatria menyedihkan, dengan hati dan jiwa-jiwa muram dan gersang.”

Di zaman rasionalisme Eropa, kisah Doktor Faust memang pernah dipuji-puji sebagai lambang manusia progresif yang berani mengambil risiko besar demi kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi dan tata perdagangan yang menjadi demam orang-orang Eropa dan Amerika imperialis. Tetapi di zaman post-industrial ini, transformasi sosial kian mengglobal, dan manusia modern semakin membuka mata-hatinya untuk menyadari kekhilafan masalalunya.

“Tidak semua yang terjangkau oleh kekuatan otak dan keinginan hawa nafsu manusia, boleh dilakukan sekehendak hatinya,” demikian peringatan Albert Einstein untuk manusia hiper modern saat ini. Dalam drama Paul Claudel (Prancis) yang berkisah tentang orang-orang Spanyol yang mewarisi kebudayaan Arab di akhir abad ke-16 lalu, disampaikan pula kesimpulan bahwa perjuangan manusia untuk mencari kebenaran akan bermuara di puncak keletihannya, hingga pada waktunya ia pun mampu menemukan Tuhannya. Tapi ketahuilah bahwa “perjumpaan” dengan Tuhan itu bukan atas dasar jasa-jasanya sendiri, tetapi karena pemberian, anugerah dan kasih sayang Allah kepada manusia.

Karenanya kita tak perlu sewot dan mencak-mencak ketika disentil oleh novel “Perasaan Orang Banten” bahwa memang beginilah adanya kita, yang harus terus bermuhasabah dan mengevaluasi diri. Sebab seintelek-inteleknya orang Indonesia kerapkali kita tak berdaya menghadapi petuah-petuah leluhur yang sudah kadung “mengongkosi” perjalanan hidup kita. Bagaimanapun kita harus jujur mengakui, karena seringkali manusia terlena pada kedaulatan pribadi hingga mengabaikan hal paling krusial bahwa sehebat-hebatnya rahasia disimpan oleh manusia, tak mungkin dia lepas dari pemantauan dan manajemen Tuhan Yang Maha Melihat. (*) 

0 comments:

Post a Comment

Manfaat Crystal-X

Toko Kirana

Cari Loker Disini


Popular Post

PRODUK UNIK JANGAN DI-KLIK
Copyright © 2013 Ahmad Tohari Pages . All rights reserved.. Powered by Blogger.