Pengarang novel fenomenal Trilogi Ronggeng Dukuhparuk KH Ahmad Tohari telah selesai menerjemahkan Al Quran dalam bahasa Banyumasan. Dia berkeyakinan, dengan hasil terjemahannya bisa memudahkan warga Banyumas dalam menyerap dan mengimplementasikan isi kandungan Al Quran dalam kehidupan sehari-hari. Meski mengaku kesulitan dalam mencari padanan kata Banyumas, tetapi mampu diselesaikan dalam jangka waktu setahun.
Alhamdulillah, kini dalam tahap pra validasi Kementerian Agama, tutur budayawan Banyumas yang karya-karyanya diterjemahkan dalam berbagai bahasa Internasional di rumahnya, Desa Tinggarjaya, Jatilawang, Banyumas, Purwokerto, Sabtu (14/9) lalu.
Putra Tinggarjaya, Jatilawang, Banyumas, Jawa Tengah, 13 Juni 1948 itu mengaku sangat gelisah hati dengan minimnya pemahaman Al Quran dan pengimplementasiannya dalam kehidupan bermasyarakat. Untuk itu, dirinya bertekad mendekatkan Al Quran ke dalam bahasa lokal. Dengan harapan makin mudah memahaminya, meskipun dirinya sempat kelimpungan mencari padanan kata yang teramat sulit bahasa Quran ke dalam bahasa daerah Banyumasan.
Sebagai sastrawan, Ia menamatkan SMA di Purwokerto. Namun demikian, ia pernah mengenyam bangku kuliah, yakni Fakultas Ilmu Kedokteran Ibnu Khaldun, Jakarta (1967-1970), Fakultas Ekonomi Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto (1974-1975), dan Fakultas Ilmu Sosial & Ilmu Politik Universitas Jenderal Soedirman (1975-1976).
Dalam dunia jurnalistik, Ahmad Tohari pernah menjadi staf redaktur harian Merdeka, majalah Keluargadan, majalah Amanah, di Jakarta.
Dalam karier kepengarangannya, penulis yang berlatar kehidupan pesantren ini telah melahirkan novel dan kumpulan cerita pendek.
Beberapa karya fiksinya antara lain trilogi ”Ronggeng Dukuh Paruk” telah terbit dalam edisi Jepang, Jerman, Belanda dan Inggris. Tahun 1990 pengarang yang punya hobi mancing ini mengikuti International Writing Programme di Iowa City, Amerika Serikat dan memperoleh penghargaan The Fellow of The University of Iowa.
Cerpennya berjudul Jasa-jasa buat Sanwirya mendapat Hadiah Hiburan Sayembara Kincir Emas 1975 yang diselenggarakan Radio Nederlands Wereldomroep. Novelnya Kubah (1980) memenangkan hadiah Yayasan Buku Utama tahun 1980. Ronggeng Dukuh Paruk(1982), Lintang Kemukus Dini Hari (1985), Jentera Bianglala (1986) meraih hadiah Yayasan Buku Utama tahun 1986. Novelnya Di Kaki Bukit Cibalak (1986) menjadi pemenang salah satu hadiah Sayembara Mengarang Roman Dewan Kesenian Jakarta tahun 1979. Pada tahun 1995 Ahmad Tohari menerima Hadiah Sastra Asean, SEA Write Award. Sekitar tahun 2007 Ahmad Tohari menerima Hadiah Sastra Rancage.
Karya Kang Tohari diterbitkan dalam bahasa Jepang, Tionghoa, Belanda dan Jerman. Edisi bahasa Inggris Ronggeng Dukuh Paruk , Lintang Kemukus Dini Hari , Jantera Bianglala diterbitkan oleh Lontar Foundation dalam satu buku berjudul The Dancer diterjemahkan oleh Rene T.A. Lysloff.
Pada tahun 2011, trilogi dari novel Ronggeng Dukuh Paruk diadaptasi menjadi sebuah film fitur yang berjudul Sang Penari yang disutradarai Ifa Isfansyah. Film ini memenangkan 4 Piala Citra dalam Festival Film Indonesia 2011.
Budayawan Pantura Drs Atmo Tan Sidik yang menyertai wawancara berharap, dengan terlahirnya karya Ahmad Tohari menterjemahakan Al Quran ke dalam bahasa Banyumasan. Mudah-mudahan akan terlahir penerjemah-penerjemah daerah yang melakukan hal serupa. Sehingga ada ikatan emosional dan kedekatan Illahiyah dengan memakai bahasa ibunya.
Dalam catatan 21 Februari 2000 Unesco telah mencanangkan sebagai hari bahasa Ibu. Sebab dalam satu abad 720 bahasa yang hilang. Dengan lahirnya penerjemahan kitab suci ke dalam bahasa ibu, akan turut serta melestarikannya, tambah Atmo yang juga Kepala Bagian Humas dan Protokol Setda Brebes.
Dari ratusan ragam bahasa daerah di tanah air, 139 di antaranya terancam punah. Bahkan, tercatat 15 bahasa daerah telah punah. Memang, ancaman punahnya bahasa daerah tadi justru lebih besar terjadi di luar pulau jawa. Ke 15 bahasa yang punah adalah 11 bahasa daerah di Maluku, dan masing-masing satu di Sumatera, Sulawesi, Papua Barat dan Kepulauan Halmahera.
Atmo menjelaskan, ke-139 bahasa daerah yang terancam punah, di antaranya adalah 22 bahasa daerah di Maluku, 67 bahasa di Kepulauan Halmahera, 36 bahasa di Sulawesi, 11 bahasa di Sumbawa, dan dua bahasa di Sumatera. Begitu pula di tataran lokal kabupaten kita. Brebes sebagai perbatasan antara provinsi Jawa Tengah dan Jawa Barat, memiliki cukup banyak ragam bahasa ibu. Bahasa daerah, mulai dari Banyumasan, Jawa hingga Sunda, tegasnya. (wsd/topfm)
Diambil dari berita: http://www.diradio.net/2013/09/20/ahmad-tohari-setahun-terjemahkan-al-quran-dalam-bahasa-banyumasan/
0 comments:
Post a Comment